BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan
Islam pada intinya adalah sebagai wahana pembentukan manusia yang bermoralitas
tinggi. Di dalam ajaran Islam moral atau akhlak tidak dapat dipisahkan dari
keimanan. Keimanan merupakan pengakuan hati. Akhlak adalah pantulan iman yang
berupa perilaku, ucapan, dan sikap atau dengan kata lain akhlak adalah amal
saleh. Iman adalah maknawi (abstrak) sedangkan akhlak adalah bukti keimanan
dalam bentuk perbuatan yang dilakukan dengan kesadaran dan karena Allah semata.
Berkaitan
dengan pernyataan di atas bahwa akhlak tidak akan terpisah dari keimanan, dalam
al-Qur'an juga sering dijelaskan bahwa setelah ada pernyataan “orang-orang yang
beriman,” maka langsung diikuti oleh “beramal saleh.” Dengan kata lain amal
saleh sebagai manifestasi dari akhlak merupakan perwujudan dari keimanan
seseorang. Pemahaman moralitas dalam bahasa aslinya dikenal dengan dua istilah
yaitu al-akhlaq al-karimah dan al-akhlaq al-mahmudah. Keduanya memiliki
pemahaman yang sama yaitu akhlak yang terpuji dan mulia, semua perilaku baik,
terpuji, dan mulia yang diridlai Allah.
Satu
masalah sosial/kemasyarakatan yang harus mendapat perhatian kita bersama dan
perlu ditanggulangi dewasa ini ialah tentang kemerosotan akhlak atau dekadensi
moral.
Di
samping kemajuan teknologi akibat adanya era globalisasi, kita melihat pula
arus kemorosotan akhlak yang semakin melanda di kalangan sebagian pemuda-pemuda
kita. Dalam surat-surat kabar sering kali kita membaca berita tentang
perkelahian pelajar, penyebaran narkotika, pemakaian obat bius, minuman keras,
penjambret yang dilakukan oleh anak-anak yang berusia belasan tahun,
meningkatnya kasus-kasus kehamilan dikalangan remaja putrid dan lain
sebagainya.
Hal
tersebut adalah merupakan suatu masalah yang dihadapi masyarakat yang
kini semakin marak, Oleh kerena itu persoalan remaja seyogyanya mendapatkan
perhatian yang serius dan terfokus untuk mengarahkan remaja ke arah yang lebih
positif, yang titik beratnya untuk terciptanya suatu sistem dalam
menanggulangi kemerosotan akhlak dan moral dikalangan remaja.
1.2 Tujuan
- Mengetahui Pengertian dan perbedaan dari akhlak, etika, dan moral
- Mengetahui modernisasi dan globalisasi serta dampaknya terhadap akhlak, etika, dan moral remaja
- Mengetahui kondisi akhlak remaja saat ini dan permasalahan yang ditimbulkan
- Dapat menentukan solusi yang tepat untuk menangani permasalahan akhlak, etika, dan moral remaja berdasar atas dalil naqli dan aqli
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Etika
Dari
segi etimologi (ilmu asal usul
kata), etika berasal dari bahasa yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan
atau adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia etika berarti ilmu pengetahuan
tentang asas-asas akhlak (moral). Sedangkan etika menurut filsafat dapat disebut sebagai ilmu
yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal
perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Pada
dasarnya,etika membahasa tentang tingkah laku manusia.
Tujuan
etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh
manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan
buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam
usaha mencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan
masing-masing golongan dunia ini tentang baik dan buruk mempunyai ukuran
(kriteria) yang berlainan.
Secara
metodologi, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika.
Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan
refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek
dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu
lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang
normatif, yaitu melihat perbuatan manusia dari sudut baik dan buruk .
Etika
terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika
(studi konsep etika), etika normatif (studi
penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi
penggunaan nilai-nilai etika).
Adapun
Jenis-jenis Etika adalah sebagai
berikut:
- Etika Filosofis
Etika
filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari
kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena itu,
etika sebenarnya adalah bagian dari filsafat; etika lahir dari filsafat.
Ada dua sifat etika, yaitu:
a.
Non-empiris Filsafat digolongkan
sebagai ilmu non-empiris. Ilmu empiris adalah ilmu yang didasarkan pada fakta
atau yang kongkret. Namun filsafat tidaklah demikian, filsafat berusaha
melampaui yang kongkret dengan seolah-olah menanyakan apa di balik
gejala-gejala kongkret. Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti
pada apa yang kongkret yang secara faktual dilakukan, tetapi bertanya tentang
apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
b. Praktis
Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang ada”. Misalnya filsafat
hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etika tidak terbatas pada itu,
melainkan bertanya tentang “apa yang harus dilakukan”. Dengan demikian etika
sebagai cabang filsafat bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan apa
yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia. Etika tidak bersifat teknis
melainkan reflektif, dimana etika hanya
menganalisis tema-tema pokok seperti hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban,
dsb, sambil melihat teori-teori etika masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan
kelemahannya.
- Etika Teologis
Terdapat
dua hal-hal yang berkait dengan etika teologis. Pertama, etika teologis bukan
hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat memiliki etika
teologisnya masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan bagian dari etika
secara umum, karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam
etika secara umum, dan dapat dimengerti setelah memahami etika secara umum.
Secara
umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak dari
presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda
antara etika filosofis dan etika teologis.
Setiap
agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan apa yang diyakini
dan menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, antara agama yang
satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di dalam merumuskan etika
teologisnya.
B. Moral
Moral
berasal dari bahasa latin yakni mores kata jamak dari mos yang berarti adat
kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, moral diartikan sebagai susila.
Moral adalah hal-hal yang sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang
tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang wajar.
Moral (Bahasa Latin
Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan
yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral
artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia
lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia.
Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi
individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi.
Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh.
Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.Moral
adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan
manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang
berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan
masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga
sebaliknya.Moral adalah produk dari budaya dan Agama.
C. Akhlak
Secara linguistik atau bahasa,
akhlak berasal dari bahasa arab yakni
khuluqun yang menurut loghat diartikan:
budi pekerti, perangai, tingkah laku
atau tabiat.
Kalimat
tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan
khalakun yang berarti kejadian, serta erat hubungan dengan khaliq yang berarti
pencipta dan makhluk yang berarti diciptakan. Perumusan pengertian akhlak
timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq
dengan makhluk dan antara makhluk dengan makhluk.
Menurut
Al Ghazali akhlak adalah sifat yang melekat dalam jiwa seseorang yang
menjadikan ia dengan mudah tanpa banyak pertimbangan lagi. Sedangkan sebagaian
ulama yang lain mengatakan akhlak itu adalah suatu sifat yang tertanam didalam
jiwa seseorang dan sifat itu akan timbul disetiap ia bertindak tanpa merasa
sulit (timbul dengan mudah) karena sudah menjadi budaya sehari-hari.
Defenisi
akhlak secara substansi tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat
melihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu :
1.
Perbuatan akhlak adalah perbuatan
yang telah tertanam dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi
kepribadiannya.
2.
Perbuatan akhlak adalah perbuatan
yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini berarti bahwa saat
melakukan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar,
hilang ingatan, tidur, atau gila.
3.
Perbuatan akhlak adalah perbuatan
yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau
tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbutan yang dilakukan atas dasar
kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Bahwa ilmu akhlak adalah ilmu
yang membahas tentang perbuatan manusia yang dapat dinilai baik atau buruk.
4.
Perbuatan akhlak adalah perbuatan
yang dilakukan dengan sesunggunya, bukan main-main atau karena bersandiwara
5.
Sejalan dengan ciri yang keempat,
perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan
karena keikhlasan semata-mata karena Allah, bukan karena dipuji orang atau
karena ingin mendapatkan suatu pujian.
Secara
garis besar, akhlak dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu akhlak baik (akhlak
al-karimah) dan akhlak yang buruk (akhlak madzmumah). Yang termasuk akhlak baik
misalnya seperti berbuat adil, jujur, sabar, pemaaf, dermawan, amanah, dan lain
sebagainya. Sedangkan, yang termasuk akhlak buruk adalah seperti berbuat
dhalim, berdusta, pemarah, pendendam, kikir, curang, dan lain sebagainya.
Akhlak
adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena akhlak mencakup
segala pengertian tingkah laku, tabiat, perangai, karakter manusia yang baik
maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Khaliq atau dengan sesama rnakhluk.
Rasulullah saw bersabda: " Sesungguhnya hamba yang paling dicintai Allah
ialah yang paling baik akhlaknya".
Dari
sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu isim mashdar (bentuk
infinitive) dari kata al-akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai timbangan (wazan)
tsulasi majid af'ala, yuf'ilu if'alan yang berarti al-sajiyah (perangai),
at-thobi'ah (kelakuan, tabiat, watak dasar), al-adat (kebiasaan, kelaziman),
al-maru'ah (peradaban yang baik) dan al-din (agama).
Namun
akar kata akhlak dari akhlaqa sebagai mana tersebut diatas tampaknya kurang
pas, sebab isim masdar dari kata akhlaqa bukan akhlak, tetapi ikhlak. Berkenaan
dengan ini, maka timbul pendapat yang mengatakan bahwa secara linguistic,
akhlak merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu isim yang tidak
memiliki akar kata, melainkan kata tersebut memang sudah demikian adanya.
D.
Dalil-dalil yang berhubungan dengan akhlak, moral, dan
etika
Firman
Allah swt:
Sesungguhnya dalam penciptaan
langit langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (QS. Ali Imran: 190)
Tidak ada kebaikan dari banyak
pembicaraan mereka, kecuali pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh
(manusia) memberi sedekah, atau berbuat maruf, atau mengadakan perdamaian
diantara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari
keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar. (QS.
An-nisa: 114)
Sesungguhnya orang-orang yang
beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan
apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya
kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (QS. Al Anfal:2)
Itulah orang-orang yang beriman
dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di
sisi Rabbnya dan ampunan serta rezki (nimat) yang mulia. (QS. Al Anfal:4)
Sesungguhnya Allah telah membeli
dari orang-orang mumin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk
mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh.
(Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan
Al-Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah?
Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah
kemenangan yang besar. (QS. At Taubah: 111)
Bukankah Aku telah memerintahkan
kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya
syaitan itu musuh yang nyata bagi kamu, (QS. Yasin: 60)
Sesungguhnya Kami telah
mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi
yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. (QS. Sad: 46)
Sabda
Rasulullah:
‘Sesungguhnya aku Muhammad s.a.w.
tidak diutus melainkan untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.’
‘Ketahuilah kamu di dalam badan
manusia terdapat segumpal darah. Apabila baik maka baiklah keseluruhan segala
perbuatannya dan apabila buruk maka buruklah keseluruhan tingkah lakunya.
Ketahuilah kamu bahawa ia adalah hati’
‘Sesungguhnya Allah tidak melihat
kepada rupa paras kamu dan tidak kepada tubuh badan kamu, dan sesungguhnya
Allah tetap melihat kepada hati kamu dan segala amalan kamu yang berlandaskan
keikhlasan hati.’
‘Seseorang itu tidak beriman
sehinggalah dia mengasihi terhadap saudaranya seperti mana dia kasih terhadap
dirinya sendiri’
(Riwayat Bukhari dan Muslim)
‘Sesunggubnya amalan yang sangat
dicintai Allah selepas melakukan ibadat fardhu oleh hambanya ialah
mengembirakan hati saudaranya sesama Islam’
(Riwayat Baihaqi)
DAFTAR PUSTAKA
http://wizanies.blogspot.com/2007/08/akhlak-etika-moral.html
http://grms.multiply.com/journal/item/26
http://dewon.wordpress.com/2007/11/03/kategori-19/
0 komentar:
Posting Komentar